Bantuan Berujung Profit: Sejarah Kelam USAID (Tulisan Dua)

Bantuan Berujung Profit: Sejarah Kelam USAID (Tulisan Dua)

Bendera USAID.-DOK.USAID-

Dalam beberapa tahun terakhir, prioritas USAID membantu dunia usaha AS semakin jelas. Pernyataan mereka pada 2019 tidak lagi basa-basi. Mereka menegaskan, USAID membantu membuka pasar baru bagi bisnis AS, meningkatkan kebijakan untuk investasi swasta yang bertanggung jawab, serta menciptakan permintaan atas inovasi dan keahlian AS. 

USAID memasarkan model ini dengan menggunakan pedoman dunia korporat: memelihara berbagai jenis wirausaha. Contoh utama datang dari Nigeria, di mana kesuksesan perusahaan makanan ringan milik seorang perempuan muda menjadi landasan upaya pemasaran USAID. 

ReelFruit, sebuah perusahaan berbasis di Lagos yang menjual buah kering, memenangkan Accelerating Women Entrepreneurs Prize dari FTF pada 2018. Foto pendirinya yang diambil secara profesional, terpampang di berbagai dokumen pemasaran dan penjangkauan USAID. Dia juga menjadi cerita utama dalam Progress Snapshot FTF 2019.

Kisah sukses seperti ini sangat menyesatkan. Di Nigeria, berdasarkan Laporan Situasi Program Pangan Dunia Juli 2020, 4,3 juta orang mengalami kerawanan pangan. Di beberapa wilayah, banyak orang makan satu kali atau kurang dalam sehari. 

Masalah ini terjadi, menurut FTF, karena pembatasan impor dan kemampuan sektor swasta untuk mengembangkan agribisnis. Dalam rencana negara Nigeria 2018 yang dikeluarkan FTF, mereka berjanji untuk memperbaiki masalah tersebut dengan memfasilitasi investasi sektor swasta dalam perekonomian pertanian Nigeria. 

Kisah-kisah yang disampaikan oleh ReelFruit membantu menangkap imajinasi publik dan menunjukkan kepada kita seperti apa wirausahawan sukses itu setelah semua pembatasan sektor agrobisnis dicabut. Pada saat yang sama, kontrak bernilai jutaan dolar ditandatangani USAID dengan perusahaan besar seperti DuPont atau Walmart. 

Kontrak-kontrak seperti ini tidak dimasukkan ke dalam laporan pencapaian program. Padahal kontrak-kontrak itulah yang pada akhirnya mengubah cara orang makan dan bercocok tanam (bahkan berbisnis) di negara-negara seperti Nigeria.

Meski perusahaan-perusahaan besar seperti ini memiliki kendali atas negara-negara berkembang, mereka hampir tidak pernah berkantor di negara-negara seperti Nigeria. Pada 2014 misalnya, 48 % mitra KPS USAID adalah mitra non-lokal. Mitra non-lokal itu bertanggung jawab atas 72 % total investasi di wilayah KPS. 

Pada 2015, USAID bekerja sama dengan setidaknya 54 dari perusahaan-perusahaan Fortune 500, termasuk mendirikan KPS dengan setidaknya 48 perusahaan. Perusahaan-perusahaan itu memiliki lebih dari lima kemitraan, masing-masing dengan Microsoft, Intel, Cisco, Coca-Cola, dan Johnson & Johnson. (Bersambung) (Igor Rangga)

Sumber: