Bantuan Berujung Profit: Sejarah Kelam USAID (Tulisan Dua)

Minggu 06-10-2024,12:10 WIB
Reporter : Anton Kustedja
Editor : Anton Kustedja

Studi yang dilakukan Brookings Institution pada 2016 menemukan bahwa sejak 2001, lebih dari 1.600 KPS diprakarsai oleh USAID. Dari jumlah ini, 54 % terkait langsung dengan keuntungan komersial si mitra bisnis, sementara 29 % lainnya terkait dengan 'keuntungan strategis' si mitra bisnis agar tersebar lebih luas. 

Margin keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta, menurut argumen, akan menjamin keberlanjutan program KPS dalam jangka panjang, karena perusahaan dapat terus berfungsi meskipun USAID tidak lagi memberikan bantuan apa pun.

Meski demikian, margin keuntungan juga didasarkan pada konsumsi sumber daya yang tidak berkelanjutan sehingga merampas sumber daya ekologi dan sumber daya manusia yang justru dapat digunakan untuk membangun kemandirian negara-negara miskin. 

Mari kita kembali ke DuPont, salah satu mitra kesayangan USAID. Pada 2018, perusahaan itu didenda lebih dari US$3 juta karena pelanggaran lingkungan oleh EPA; pada 2019, DuPont menjadi pencemar air terbesar di AS, dengan peringkat tertinggi dalam indeks 100 pencemar air. 

Pada tahun berikutnya, DuPont bermitra dengan USAID dalam penyediaan air bersih di perkampungan yang dilanda kekeringan di Ethiopia.

BACA JUGA: Bantuan Berujung Profit: Sejarah Kelam USAID (Tulisan Satu)

Coca-Cola, Salah Satu Mitra Terbesar USAID

Entah bagaimana, kita diminta untuk meyakini bahwa pencemar air terbesar di Amerika bisa memberikan solusi air bersih yang berkelanjutan di Ethiopia. 

Hal serupa juga terjadi dengan Coca-Cola (yang berulang kali dikritik menjadi penyebab menipisnya air, polusi air, dan mengeringkan sumur petani) justru memiliki kemitraan jangka panjang dengan USAID dalam meningkatkan akses air bersih di negara-negara berkembang. 

Kemitraan dengan USAID membantu perusahaan-perusahaan itu mendongkrak citra dan melanjutkan operasi mereka—sebuah operasi yang malah membuat kekeringan semakin parah. 

Perusahaan-perusahaan besar itu, yang juga terperosok dalam kontroversi lingkungan hidup dan hak asasi manusia di AS, bahkan diberi imbalan 'pintu belakang' ke pasar negara-negara miskin agar memperbaiki masalah-masalah yang justru ditimbulkan atau diberperburuk oleh operasi mereka.

Pertanyaannya, ketika seluruh sumber daya habis dan tak ada lagi margin keuntungan yang bisa dihasilkan, apa yang menjadi insentif bagi perusahaan untuk tetap bertahan?

USAID Membantu Bisnis AS Kaya dengan Cepat

Dalam beberapa tahun terakhir, prioritas USAID membantu dunia usaha AS semakin jelas. Pernyataan mereka pada 2019 tidak lagi basa-basi. Mereka menegaskan, USAID membantu membuka pasar baru bagi bisnis AS, meningkatkan kebijakan untuk investasi swasta yang bertanggung jawab, serta menciptakan permintaan atas inovasi dan keahlian AS. 

USAID memasarkan model ini dengan menggunakan pedoman dunia korporat: memelihara berbagai jenis wirausaha. Contoh utama datang dari Nigeria, di mana kesuksesan perusahaan makanan ringan milik seorang perempuan muda menjadi landasan upaya pemasaran USAID. 

ReelFruit, sebuah perusahaan berbasis di Lagos yang menjual buah kering, memenangkan Accelerating Women Entrepreneurs Prize dari FTF pada 2018. Foto pendirinya yang diambil secara profesional, terpampang di berbagai dokumen pemasaran dan penjangkauan USAID. Dia juga menjadi cerita utama dalam Progress Snapshot FTF 2019.

Kategori :