Laron dan Perburuan Cinta Sejati
Laron menyukai cahaya terang.-Thinkstock-
JURNALISID.COM --- Pagi ini, tiba-tiba saja melintas di lini masa media sosial saya, sebuah akun yang berempati terhadap laron.
Hmmm, laron kok dikasihani. Menarik ini, saya pun coba mengulik referensinya.
Ternyata, laron binatang yang hanya punya durasi nyawa maksimal satu hari, karena bakal mati jika tak bertemu cahaya atau cinta sejati.
Saya memakai istilah cinta sejati supaya ada relate-nya dengan kekinian, seperti kata anak-anak zaman sekarang.
Laron akan mati jika dalam waktu tertentu setelah keluar sarang - atau berkerumun di tengah cahaya - tak menemukan pasangan hidup.
Dia keluar sarang untuk mencari kehangatan di bawah cahaya, sekaligus mencari kehangatan cinta, sebagai bagian dari program reproduksi kaum rayap.
Jika dua hal tadi tak didapat, sebelum pagi laron dipastikan sudah akan mati. Barangkali kehabisan energi dan cairan tubuh.
Mungkin juga mati karena frustrasi tak menemukan cinta sejati. Sambil mengamati sisa-sisa sayap laron di beranda, saya merasa ada benarnya juga berempati pada mereka.
Padahal semalam, konvoi mereka membuat warga satu Rukun Tetangga di tempat tinggal saya, kompak mematikan lampu.
Ketika ribuan laron menyeruak, entah dari dunia kegelapan yang mana, menyerbu lampu-lampu di beranda. Mulai jam 11 malam hingga Subuh menjelang, kampung kami jadi mirip kampung mati.
Tak ada yang berani mulai menyalakan lampu beranda, khawatir konvoi laron kembali.
Pemandangan seperti ini tampaknya bakal kerap terjadi di Jakarta dalam beberapa pekan ke depan, karena pergantian musim yang agak ekstrem. Memaksa laron keluar dari kandang.
Pelan-pelan saya sapu sayap-sayap dan tubuh-tubuh bergelimpangan itu. Seperti membersihkan medan pertempuran yang meluluhlantakkan pasukan perang.
Di Wonosari atau Gunung Kidul, tubuh-tubuh bergelimpangan ini pasti jadi berkah tersendiri.
Sumber: cerpen icul