Ancaman dari Tepi Pantai: Mencari Strategi Nasional untuk Resiliensi Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil

Ancaman dari Tepi Pantai: Mencari Strategi Nasional untuk Resiliensi Masyarakat Pesisir dan Pulau Kecil

Seminar Ancaman Dari Tepi Pantai di ADEXCO 2025. (Ruby)--

BACA JUGA:Menerjemahkan Kesepakatan Global ke Tindakan Lokal: Diskusi Panel di Adexco 2024 Menyoroti Strategi Mitigasi Bencana

Di tengah keterbatasan lahan, kami memulai program konservasi mangrove yang unik. Motivasi utamanya bukan sekadar ekologis, tetapi juga kultural, di mana masyarakat menanam mangrove di atas kuburan leluhur mereka sebagai upaya untuk 'mempertahankan sumber makanan' bagi arwah mereka.

Sebagai narasumber terakhir dari sesi kali ini Ketua Umum Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Avianto Amri memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, perlunya kebijakan nasional relokasi akibat bencana. Kedua, pelibatan masyarakat perlu dilakukan secara bermakna. Ketiga, pastikan relokasi hanya sebagai opsi terakhir. Keempat, integrasi relokasi dengan ruang adaptif dan strategi resiliensi pesisir. Kelima, pentingnya kita memiliki cetak biru ketangguhan bencana untuk kawasan pesisir dan pulau kecil.

Para narasumber kemudian menanggapi komentar atau pertanyaan yang dilontarkan hadirin terkait penanganan bencana yang bersifat slow onset maupun pertentangan dalam upaya relokasi. Pooling Fund Bencana dapat menjadi opsi untuk membantu masyarakat pesisir serta pentingnya pelibatan masyarakat secara bermakna dalam upaya relokasi baik dalam membangun rumah maupun memindahkan orang-orang.

Dalam Ignite Stage II: Berbagi Praktik Baik dimulai oleh narasumber dari Program Manager of Coastal and Marine Areas & Advocacy Officer, Yayasan Penabulu, Jagat Patria memberikan Rekomendasi untuk melibatkan masyarakat dalam penyusunan kebijakan, penguatan pengetahuan lokal secara formal dan informal, serta mitigasi berbasis komunitas.

BACA JUGA:Adexco Ketiga dan GFSR Resmi Dibuka, Terintegrasi bersama Rangkaian IEE Series 2024

Sejalan dengan Yayasan Penabulu, Kepala Deputi Manajemen Bencana Rumah Zakat, Bagas Dwi Satriyo juga melibatkan masyarakat seperti kelompok ibu-ibu dan anak muda, mendengarkan ide dan harapan mereka, termasuk merumuskan strategi yang perlu diterapkan dalam pengelolaan mangrove.

Sesi ini diakhiri oleh Mahariah Sandri dari Women in Local Humanitarian Leadership (WLHL) yang menceritakan tentang aktivitas Kelas Iklim untuk anak-anak lokal, anak-anak SMA yang kami didik yang akan menjadi mentor adik-adik mereka. Kemudian membuat Lab Plastik menggunakan teknologi pengolahan sampah lautan untuk diubah menjadi BBM. 

"Kami buat model Rumah Lestari, melakukan kegiatan Circulating Island, dari 100 pulau lebih hanya ada 11 pulau yang berpemukiman, untuk menyelesaikan persoalan lingkungan dan lebih bertahan di tengah-tengah dampak perubahan iklim," tutup Mahariah Sandri.

Tag
Share
Berita Lainnya