Menurut Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), salah satu tantangan besar yang masih dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan air minum adalah penundaan pelaksanaan instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik akibat refocusing program dan keterbatasan anggaran. Kondisi ini menyebabkan kekecewaan di kalangan Badan Usaha Milik Daerah Air Minum (BUMD AM) yang telah melakukan berbagai persiapan dan tahapan implementasi program.
Melihat situasi tersebut, krisis seperti ini menegaskan bahwa solusi jangka panjang tidak bisa dilakukan secara sektoral. Dibutuhkan pendekatan kolaboratif yang menyeluruh, melibatkan pelaku industri, regulator, penyedia teknologi, hingga lembaga pembiayaan.
“Water Indonesia 2025 menghadirkan teknologi filtrasi, daur ulang, dan pengolahan air limbah industri terkini untuk mendukung keberlanjutan dan daya saing sektor manufaktur dan konstruksi Indonesia,” ujar Lia.
Menurutnya, Water Indonesia 2025 hadir sebagai platform strategis untuk mempertemukan para pemangku kepentingan lintas sektor, baik pemerintah, dunia usaha, akademisi, maupun komunitas, dalam merumuskan solusi inovatif berbasis kolaborasi, hingga investasi.
Terlebih, kolaborasi ini pun semakin relevan di tengah tantangan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang kompleks. Saat ini, kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) telah menjadi tulang punggung dalam upaya membangun sistem air yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah mencatat kebutuhan investasi infrastruktur air mencapai Rp 26.380 triliun hingga 2030, angka yang jelas melampaui kapasitas APBN bila ditanggung negara sendiri.
Sejumlah proyek KPBU pun telah membuktikan efektivitas skema ini. Misalnya, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Jatigede dan SPAM Kota Denpasar, yang tidak hanya memperluas cakupan layanan air bersih, tetapi juga memperkuat model kemitraan yang bisa direplikasi di wilayah lain dengan kebutuhan serupa.
Dalam ekosistem pembiayaan, peran lembaga seperti PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) juga sangat vital. Hingga kini, IIF telah memfasilitasi penyediaan air bersih untuk lebih dari 1,3 juta rumah tangga melalui dukungan terhadap berbagai proyek KPBU.
Dengan menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG), IIF memastikan bahwa pembangunan infrastruktur air tidak hanya berorientasi pada profitabilitas, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Namun tantangan sektor air tidak berhenti pada aspek penyediaan semata. Di tengah meningkatnya tekanan terhadap sumber daya air dan ambisi dekarbonisasi nasional, baik industri maupun pemerintah dituntut untuk mengadopsi pendekatan yang lebih berkelanjutan. Salah satunya adalah transisi menuju circular water economy.
“Lewat pendekatan circular water economy, Water Indonesia 2025 menekankan pentingnya integrasi antara kebijakan, teknologi, dan pelaku industri dalam mengelola air limbah menjadi sumber daya baru. Ini bukan sekadar inovasi, tapi sudah menjadi kebutuhan mendesak,” papar Lia.
Inovasi-inovasi seperti solusi berbasis alam, restorasi lahan basah, perlindungan daerah aliran sungai memegang peranan penting dalam mengelola sumber daya air sekaligus menjaga keanekaragaman hayati dan ketahanan iklim. Penggabungan energi terbarukan ke dalam proses pengolahan air juga semakin memperkuat upaya menuju energi bersih dan pengurangan jejak karbon.
Pada akhirnya, dengan menghadirkan inovasi-inovasi tersebut ke garis depan, Indonesia dapat membangun ketahanan air, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Transformasi ini juga mendukung ketersediaan air dalam industri konstruksi. Dukungan ini mencakup solusi-solusi integratif terkait pengelolaan air yang dibutuhkan dalam pembangunan proyek-proyek konstruksi skala besar, sejalan dengan tren industri yang bergerak menuju konstruksi berkelanjutan dan ramah lingkungan .
Sebagai bagian dari ASEAN Water Series, penyelenggaraan Water Indonesia 2025 di Jakarta memperkuat posisi Indonesia dalam jejaring pameran air terbesar dan paling berpengaruh di Asia Tenggara. Setelah sukses diselenggarakan di AsiaWater (Kuala Lumpur), Thai Water (Bangkok), CamWater (Phnom Penh), dan menjelang VietWater (Ho Chi Minh City) serta Water Philippines (Manila), edisi keempat Water Indonesia menjadi momen strategis untuk menunjukkan komitmen Indonesia terhadap kemajuan teknologi air dan perlindungan lingkungan.
“Bagi para pelaku industri, pembuat kebijakan, penyedia teknologi, dan komunitas pemerhati air, inilah saat yang tepat untuk mengambil peran aktif. Water Indonesia 2025 bukan sekadar ajang pameran, melainkan titik temu antara inovasi dan keberlanjutan, antara kebutuhan nasional dan aksi kolektif kawasan,” tutup Lia.
Pameran ini turut menghadirkan sejumlah perusahaan unggulan yang menjadi daya tarik utama dalam sektor pengelolaan air dan konstruksi. Tiga exhibitor teratas utama dalam pameran ini adalah Wilo Pumps Indonesia, Mitra Bangunan Abadi, dan Hoco Asia Industry, yang masing-masing menghadirkan inovasi teknologi terbaru dan solusi terdepan dalam bidang pengelolaan air, konstruksi, dan sektor industri terkait lainnya.